. . .

Welcome to my little blog. I just want to share some notes. Notes about me, my blog, and all the things I loved. I loved Taiwanese drama, Chinese drama, and mandarin songs. If you already read my post, leave your COMMENT and VOTE please. I need your opinion to be better. (^.-)/
If you want to request some notes, you can send me email, or contact me in social network. I active in IG account @lintang_ns . I'm waiting for you! \(^.^)/ Oh ya, don't forget to DM me! ^^

Tuesday 14 May 2019

Menjadi Mahasiswa Sekaligus Organisator di AKA Bogor .

Selamat malam untuk dunia yang dipenuhi nitrogen dan rasa kangen .
Sampai saat ini, artikel _Pertanyaan Mainstream Seputar AKA Bogor terus menjadi top 5 postingan populer setiap minggunya. Dari sekian banyak komentar dan DM Instagram yang masuk, ada beberapa yang bertanya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di AKA Bogor apa aja? Terus ada juga yang nanya, aku ikut organisasi apa engga. Jawabannya adalah iya, aku ikut organisasi Jurnalika. Kepikiran buat bikin artikel ini, sebenernya udah lama banget. Cuman ada kakak tingkat Jurnalika yang request secara langsung, jadilah ngebut nih. Menjadi mahasiswa sekaligus organisator di AKA Bogor, gimana rasanya?


Menjadi mahasiswa di AKA Bogor adalah salah satu bagian masa laluku yang cukup rumit. Ketika seseorang secara random nanya “Kuliah dimana?” “Di Bogor.” “Oh, IPB.” “Bukan, AKA Bogor.” “Apaan tuh AKA?”. Selalu seperti itu. Setiap mahasiswa AKA Bogor, pasti pernah ngalamin hal ini minimal sekali dalam 3 tahun masa kuliah. Sistem akademik AKA yang paketan, memang menguntungkan karena mahasiswa tidak perlu berpikir untuk mengatur jadwal sendiri. Namun jadwalnya padet, dari setengah delapan pagi sampai setengah enam sore. Dari semester satu, mahasiswa dihadapkan dua pilihan. Menjadi organisator atau SO (study only) alias non-organisator. Lalu?

Aku pribadi memilih untuk berorganisasi, karena suatu hal yang mungkin akan aku ungkapkan di postingan lainnya. Sekarang aku mau berbagi suka-duka yang aku rasakan selama menjadi mahasiswa sekaligus organisator di AKA Bogor. Semua yang aku sebutkan disini adalah pengalaman pribadi aku, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dengan generasi para senior maupun para junior.

1. Semester satu, waktunya berjuang adaptasi akademik maupun organisasi

Sebagai gambaran bagi pengyoumen yang tidak tahu bagaimana kuliah di AKA, aku akan cerita sedikit tentang hari-hari di AKA. AKA Bogor kuliah umumnya kuliah 5 hari kerja, yaitu senin sampai jum’at. Karena AKA adalah perguruan tinggi Politeknik yang berbasis vokasi, maka presentase praktikum jauh lebih besar dari teori. Jangan heran ketika pengyoumen masuk ke AKA, ngelihat mahasiswa AKA pindah gedung laboratorium dan masih pake JasLab. Bukan karena mahasiswa AKA tidak memperhatikan polusi udara yang bisa mengkontaminasi JasLab, tapi karena waktu 5 menit untuk lepas-pakai JasLab bisa dimanfaatkan kepada hal yang lebih penting, yaitu nulis daftar pustaka sebelum masuk laboratorium.

Semester satu, dimana omongan para senior masih mengacu pada “Kalian itu udah Mahasiswa, bukan anak SMA lagi.” Para mahasiswa baru harus berjuang sendiri untuk beradaptasi dengan padatnya jadwal, banyaknya tugas, laporan, tak lupa “perhatian” berlebih dari para asdos praktikum. Adaptasi itu sangat sulit, bohong kalau ada yang bilang adaptasi di AKA itu mudah. Di semester satu ini adalah kesempatan pertama pengyoumen buat memilih organisasi. Ada tujuh komponen di AKA Bogor, yaitu BEM, DPM, Jurnalika, Saseka, Makapala, PMK, dan LDK. Pengyoumen para camaka bisa milih komponen mana yang bakal jadi tempat berteduh pengyoumen. Tapi jangan lama-lama mikirnya karena setelah masuk 1-2 bulan perekrutan anggota akan ditutup. Hanya dibuka tahun berikutnya. Oh ya, selain tujuh komponen, adajuga  beberapa komunitas di AKA. Mulai dari Eskim (eksperimen kimia), sampai komunitas olahraga juga ada.

2. Menjelma menjadi Kura-kura

Setelah resmi menjadi seorang organisator di AKA, otomatis akan ada dua persoalan di kepala. Yang pertama pastinya hal-hal yang menyangkut akademik, contohnya laporan praktikum karbohidrat, persiapan presentasi kimia polimer, remedial kimia organik, dan lain-lain.  Persoalan kedua adalah hal-hal di organisasi, seperti acara tahunan, pelantikan anggota baru, juga promosi-promosi. Sebagai organisator yang baik, rapat adalah hal yang akan menjadi rutinitas. Semakin tinggi jabatan di organisasi, maka akan semakin banyak rapat yang perlu dihadiri. Rapat divisi, rapat koordinator, rapat pengurus inti, bahkan rapat dengan komponen lain. Dengan kata lain, seorang organisator adalah mahasiswa Kura-kura (Kuliah-rapat kuliah-rapat).

3. Jam malam para organisator = 21:00 plus-plus


Salah satu hal unik di AKA, adanya peraturan jam malam di kampus. Entah sekarang masih berlaku apa tidak, tapi saat aku masih menjadi mahasiswa di AKA ada yang dinamakan jam malam. Jam malam ini adalah batas waktu para mahasiswa untuk berada/beraktivitas di kampus AKA yaitu jam 21:00 WIB. Nah, umumnya rapat organisasi dilakukan setelah maghrib karena terkadang kuliah baru selesai jam setengah 6 sore. Tapi ada juga organisasi tertentu yang rapat sebelum kuliah dimulai, sekitar jam 6 pagi.

Dari jam setengah 7 sampai jam 9 malam, sering banget rapatnya belum kelar. Kalau acara IMAKA, biasanya tepat jam 9 kita pulang dan rapatnya dilanjut keesokan harinya. Tapi kalau rapatnya organisasi sendiri, loyalitas akan sangat tinggi. Apalagi kalau yang didiskusikan adalah hal-hal penting seperti RUA, atau H-1 acara besar organisasi. Pengalaman pribadi, aku dan anak-anak Jurnalika sendiri bakal tetap di kampus sampai satpam AKA ngusir kita. wkwkwwkwk Abisnya nanggung banget, apalagi kalau lagi debat rasanya pengen lanjut aja biar enggak ngegantung rapatnya. Kalau satpam udah datang, kita bakal keluar kampus kok, cari makan sambil lanjut ngobrol.

Dulu pas tingkat akhir di AKA, selesai rapat pengurus inti Jurnalika yang isinya ketua, pimred, pimrus, KPSDM dan kordiv pasti nyari tempat makan. Saking seringnya, tepat setelah keluar gerbang kita langsung aja jalan ke tempat pecel lele tanpa obrolan “lanjut makan gak nih?” karena jawabannya pasti iya. wkwwkwkk Anak kost jarang punya makanan di kost, dan sering mager buat beli. Jadi mumpung ada temennya, pastilah kita makan. Kita butuh amunisi buat diskusi lanjutan. Ngobrol di tempat makan, engga melulu tentang isi rapat sebelumnya. Di tempat makan, kita lebih sering ngegosipin komponen lain. Hahahaaaa namanya juga pers kampus, jadi harus punya banyak sumber informasi. Bahkan kita pernah menemukan fakta dimana salah satu komponen lain di AKA, membuat analisis SWOT dan menempatkan Jurnalika sebagai ancaman mereka. Wkwkwkwwk

4. Ngedanus

Setiap komponen memiliki acara tahunan masing masing, misalnya Jurnalika punya Jurnalika Fair & Lomba Mading Explosive, Saseka punya Saseka Art Performance & Kribo, Makapala punya Pendakian Massal. Persiapan yang dilakukan cukup menguras tenaga dan pikiran. Selain rapat yang rutin untuk memantapkan konsep acara, ada hal lain yang tak bisa disepelekan yaitu keuangan. Segala cara dilakukan untuk mendapatkan uang, dari cari sponsor, ngamen, sampai ngedanus.  

Ngedanus adalah istilah lain dari jualan. Ada sebuah kalimat “Seseorang tidak bisa berpikir dengan jernih, mencintai dengan benar, dan tidur dengan baik jika belum makan dengan baik.”. Berlandaskan kalimat tersebut, umumnya para pejuang danus memilih untuk menjual makanan. Jujur awalnya aku takut buat ngedanus, alasannya bukan karena gengsi jualan tapi aku paling gak mau megang uang orang. Tapi lama-kelamaan terbiasa, setiap hari bawa satu kotak danusan dari sekret. Biasanya nyampe kelas udah pada beli. Ya, namanya mahasiswa yang ngekos itu jarang sarapan, paling jajan di kampus. Setiap komponen biasanya menunya beda-beda, ini bentuk perhatian sesama organisator.

Dulu Jurnalika jualan gorengan (cireng, tahu, risol, dll) seharga 1500 perbiji. Saseka jualan donat seharga 2000. Di kelasku yang Jurnalika ada 3 orang dan anak Sasekanya cuman satu. Pernah pas giliran aku yang bawa dagangan, aku pengen donat terus yang anak saseka itu pengen gorengan. Akhirnya dia beli 1 gorengan, aku beli 1 donat. Kesimpulan yang didapat: aku tekor 500 perak, wkwkwwk Hahahaaaa Ini bentuk representasi dari “Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau.” Sepanjang pengalamanku ngedanus di AKA, banyak banget yang aku ingat sampai sekarang. Dari mulai banyak temen kelas yang ngambil danusan, tapi lupa bayar (alhasil aku nombok mulu). Ada lagi, setiap pulang matkul atau lagi jeda istirahat, biasanya pada ngumpul di HC (baca : Gedung B). Kalau ada kotak danusan yang belum habis, anak jurnalika yang masih punya uang setidaknya harus beli satu gorengan. Hahahaaaaa beli dagangan sendiri wkwkwkwk

5. Teman-teman yang dekat secara emosional


Point satu sampai empat kok kayaknya dukanya seorang organisator semua yak, mana sukanya? Mungkin sudah banyak yang bilang bahwa keuntungan dari menjadi organisator adalah meningkatnya kemampuan berbicara, bekerjasama, kepemimpinan, rasa percaya diri, koneksi, dan lain sebagainya. Menurutku semua itu bonus, yang terpenting adalah mendapatkan teman-teman yang dekat secara emosional. Sahabat yang saling tertawa ketika mengingat masa lalu. Sahabat yang dulu sama-sama melakukan pembuktian biar jadi dilantik. Sahabat yang sama-sama teriak “beli beli, yang danus, yang danus.” Sahabat yang mengerahkan raga dan pikiran untuk menghadapi RUA. Ketika hari dimana RUA digelar, para senior dengan segenap hati akan menyerahkan organisasi tercinta untuk berkembang bersama adik-adik. Sungguh RUA yang melelahkan.

Tidak dapat dipungkiri, menjadi mahasiswa sekaligus organisator itu capek. Tapi kalau acara yang sudah dipersiapkan akhirnya berjalan dengan lancar, rasanya lega dan bahagia banget. Sama bahagianya kayak pas ngelihat papan pengumuman, lolos remedial kimia dasar. Hihihiiii Mungkin pengyoumen masih ada yang berpikir organisasi bisa menghambat dan mempengaruhi nilai akademik. Itu benar, tapi kembali ke manajemen waktu masing-masing orang. Ketika anak organisator pada akhirnya meraih predikat cumlaude ada tiga nama yang dibawa saat naik ke atas panggung wisuda. Yang pertama nama sendiri, nama orang tua, dan terakhir nama organisasi. Selain itu, pengyoumen bisa menjadi sebuah pembuktian bahwa organisasi bukanlah sebuah alasan untuk mengesampingkan akademik.


Hwaaaaaa, sepertinya aku sudah terlalu panjang berkata-kata. Kalau ada adek-adek organisator yang masih berstatus mahasiswa AKA, dan masih ngedanus. Semangat yaaaaaaww . Buat Jurnalika sukses terus, Saseka (yang katanya sekarang jualan bakso) juga, Makapala, LDK, PMK, BEM dan DPM. Pokoknya semua-muanyaaaa~ Juga buat para calon mahasiswa AKA, semangat berjuang, selamat menikmati. Kalau dari pengyoumen ada yang mau berbagi pengalaman, boleh banget bicara disini. Selanjutnya perlu bikin artikel apa lagi nih? Hahaahaaa



        ^ - - - - - - - - - - ^





        ^ - - - - - - - - - - ^




2 comments:

  1. Kak ada ga yg dapet jodohnya karna mereka satu organisasi? ��������

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang jadian pas kuliah sih banyak banget. Beruntung ada yang langgeng sampe nikah, tapi lebih banyak yang putus pas kerja. 😂😂

      Delete

Hello, Pengyoumen~
I'd like to say thank you for visit my little blog, read my notes. Hope we can be friend although we aren't face to face. Please enjoy. If any question or comment you want me know, write here (^.^)/
Teman-teman sebangsa dan setanah air~
Kalau kalian ada pertanyaan yang masih terpendam dalam hati, tentang blog mini milikku atau ingin lebih tahu tentang dunia mandarin lovers. silahkan tulis disini. <(~,^)/
-
Don't forget to write your name,
Tinggalkan namamu, buat arsip. Hehehee~