. . .

Welcome to my little blog. I just want to share some notes. Notes about me, my blog, and all the things I loved. I loved Taiwanese drama, Chinese drama, and mandarin songs. If you already read my post, leave your COMMENT and VOTE please. I need your opinion to be better. (^.-)/
If you want to request some notes, you can send me email, or contact me in social network. I active in IG account @lintang_ns . I'm waiting for you! \(^.^)/ Oh ya, don't forget to DM me! ^^

Thursday 30 June 2016

Natisha : Sang Angin, Persembahan Terakhir .


diresensi oleh notes_maker



Judul Novel : Natisha
Penulis : Khrisna Pabichara
Penyunting : Shalahuddin Gh
Desainer Cover : Yudi Irawan
Penerbit : Javanica
Cetakan Pertama, Mei 2016
Tebal : 421 halaman
ISBN : 978-602-6799-12-8
Notes : ✦✦✦✦

Pada Maret 1998, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, kekacauan terjadi di Sulawesi. Seorang putri bangsawan Makassar bernama Natisha kabur bersama Rangka sehari menjelang pernikahannya dengan Tutu, kekasihnya. Rangka adalah seorang penganut parakang, ilmu kuno yang mampu membuat penganutnya kaya raya, awet muda, serta kebal segala jenis senjata. Akibat guna-guna, natisha terpikat untuk pergi dari calon suaminya. Demi kesempurnaan ilmunya, Rangka harus mempersembahkan 4 perempuan: 2 pernah melahirkan, 2 masih perawan. Tabiat masing-masing persembahan harus selaras dengan 4 sifat unsur alam sesuai ritual yang dijalaninya: Air, Tanah, Api, Angin. Dan Natisha yang lincah bakal dijadikan persembahan terakhir. Manusia yang beralih rupa menjadi binatang, yang menyanyikan kidung-kidung purba, telah menyambut tetes-tetes darah perawan Natisha!

Akan tetapi, sebelum itu terjadi, melalui secarik pesan rahasia yang ditemukan di loteng rumag Rangka, Tutu lalu berusaha memecahkan kode-kode rahasia di dalam kitab kuno tentang ilmu parakang, demi melawan Rangka dan merebut kembali Natisha.

Diracik dari khazanah tradisi, disajikan dalam narasi-narasi tak terperi, novel ini bakal menghipnotis Anda untuk menyusuri lorong-lorong gelap di salah satu penjuru Nusantara, siap memerangah Anda betapa cinta dan angkara murka begitu tipis bedanya.
( /)u(\ )
Setiap orang menginginkan jalan pintas dalam hidupnya.
Tetapi mereka kadang tanpa sadar memilih jalan yang lebih panjang dan berliku. (Natisha, hlm 229)
            Muhammad Jamil Daeng Tutu, seorang lelaki yang terlahir sungsang dan memiliki toh putih di tubuhnya. Ia telah menguasai mancak pore, silat aliran Turatea, Sulawesi Selatan. Ia telah lama menanti pernikahannya dengan sang kekasih, Natisha. Bertahun-tahun ia lewati jalan yang berliku demi mendapatkan anak bangsawan di tanah kelahirannya itu. Natisha adalah cinta pertama Tutu. Pertemuan pertama mereka di tempat pementasan sulap, tak pernah Tutu lupakan.

            Tibalah hari pernikahan Tutu dan Natisha. Rumah Tutu telah dipenuhi oleh para tamu yang berniat untuk turut berbahagia atas pernikahan itu. Namun, ada kejutan besar sesampainya Tutu di rumah Natisha. Kedua calon mertua Tutu nampak terkulai lemas, Natisha kawin lari! Natisha dibawa lari oleh saudara sepersusuan Tutu yang bernama Rangka. Rangka adalah teman masa kecil Tutu yang juga menguasai mancak pore. Berbeda dengan Tutu yang masih perjaka, Rangka telah memiliki dua orang istri, Daeng Caya dan Daeng Tayu. Lantas untuk apa Rangka membawa lari Natisha?
Jika kamu mencari seseorang yang pergi, pencarian itu harus bermula dari mana ia berangkat. (Natisha, hlm 66)
            Hari demi hari, Tutu yang mencari keberadaan Rangka tak kunjung membuahkan hasil. Hingga akhirnya beberapa petunjuk ditemukan oleh Tutu bersama sepupunya Kasim. Beberapa kali kakak lelaki Natisha, Karaeng Tompo juga ikut ambil bagian dalam pencarian itu. Dari petunjuk tersebut, didapatkan informasi bahwa Rangka menganut sebuah ilmu hitam kuno yang akrab disebut parakang. Rangka berencana untuk menjadi parakang kukkuk dengan mengorbankan empat orang wanita yang selaras dengan empat unsur alam, yaitu air, tanah, api, dan angin. Natisha adalah sang angin, persembahan terakhir. (✖╭╮✖)

            Setelah mengetahui hal tersebut, Tutu menjadi gelisah. Dia tidak memiliki waktu yang panjang untuk berfikir. Dia harus menemukan Natisha secepat mungkin, sebelum upacara penyempurnaan ilmu parakang Rangka selesai. Tutu dan Kasim berusaha memahami kitab-kitab tentang parakang demi mengetahui langkah Rangka. Mencari informasi tentang seluruh tempat persembahan. Namun, sang pemberi petunjuk tewas ditenggelamkan oleh Rangka ke dasar danau. Akankah Tutu akan berhasil menyelamatkan Natisha?
Kuncup bunga butuh waktu untuk bisa merekah indah (Natisha, hlm 229)
(⌣_⌣”)

            Sejujurnya novel Natisha ini sangat berbeda dengan novel yang berada di bookshelf milikku. Natisha adalah novel thriller pertama yang aku miliki.  Aku menempatkan Natisha sejajar dengan berpuluh-puluh novel bergenre romance, membuatnya sungguh-sungguh berbeda. Cover Natisha yang berwarna hitam dapat ditemukan dengan sangat mudah diantara warna pelangi.
Sejarah memang tidak semenarik uang. Daya pikatnya rendah.
Padahal sejarah adalah cermin.
Karena sejarah, kita bisa menghindari kesalahan yang sama. (Natisha, hlm 367)
            Novel ini sangat kental dengan suasana kelam dari dunia hitam. Berlatarkan pulau Sulawesi, novel ini mengantarkan sepenggal adat istiadat. Pada awalnya aku yang terlahir di pulau Jawa ini mengalami sedikit kesulitan untuk memahami pulau sebrang. Tapi penulis membuat beberapa penjelasan sebagai titik terang untuk para pembaca awam sepertiku.

            Sudut pandang novel diambil dari sudut pandang Tutu. Alur cerita dibuat bolak-balik, sehingga diriku terasa mondar-mandir dalam ingatan Tutu tentang dirinya dan Natisha. Bantaran akhir adalah bagian yang sangat aku tunggu-tunggu, dimana terdapat banyak ketegangan dan kejutan. Sampai-sampai aku tidak sabar untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Natisha, novel yang cukup tebal dan cukup membuatku merinding. Ilmu kuno seperti parakang memang tak dapat masuk di akal namun ilmu kekebalan dan ilmu hitam sejenis memang benar adanya. Cukup mengerikan memang. (-__-)
Jangan bersikap terlalu manis, jangan bertutur terlalu pahit.
Terlalu manis akan ditelan, terlalu pahit akan dimuntahkan. (Natisha, hlm 117)
            Four Notes, untuk Natisha yang membuatku menyusuri salah satu lorong gelap penjuru Nusantara. Bapak Khrisna memang hebat, menulis karya secemerlang ini. Oh iya, aku sudah membaca sepenggal kisah ini di salah satu website menulis, agak berbeda. Tapi aku menyukai novel Natisha ini. (=^.^=)

        ^ - - - - - - - - - - ^



No comments:

Post a Comment

Hello, Pengyoumen~
I'd like to say thank you for visit my little blog, read my notes. Hope we can be friend although we aren't face to face. Please enjoy. If any question or comment you want me know, write here (^.^)/
Teman-teman sebangsa dan setanah air~
Kalau kalian ada pertanyaan yang masih terpendam dalam hati, tentang blog mini milikku atau ingin lebih tahu tentang dunia mandarin lovers. silahkan tulis disini. <(~,^)/
-
Don't forget to write your name,
Tinggalkan namamu, buat arsip. Hehehee~